K
|
edatangan Belanda pada tahun 1596
ke Nusantara yang di kemudian hari menjadi Indonesia didorong keinginan
memperoleh rempah-rempah yang saat itu menjadi komoditas perdagangan utama di
Eropa. Dengan berbagai cara Belanda menguasai Nusantara, seperti
dengan cara perang, adu
domba, intimidasi, penipuan dan lain sebagainya.
Belanda kemudian mengenalkan dan
memaksa rakyat di Nusantara untuk menanam berbagai tanaman yang sebelumnya
tidak dikenal rakyat setempat. Rakyat Pasundan dipaksa menanam kopi, kina, dan
teh yang sebelumnya tidak pernah mereka kenal. Komoditi
tanaman itu semuanya
didatangkan Belanda karena laku keras di pasaran Eropa. Ahli-ahli tanaman
tersebut sengaja didatangkan untuk mengajari rakyat menanam tanaman-tanaman
tersebut. Bertumbuhanlah berbagai perkebunan di tanah Pasundan termasuk di
Majalengka. Perkebunan teh dikembangkan di Argalingga, saat itu merupakan
kecamatan atau onder distrik Soekasari, dan Cipasung, onder distrik Bantarujeg.
Perkebunan kina dikembangkan di Sadarehe, yang saat itu merupakan Kecamatan atau
onder distrik Rajagaluh. Perkebunan tebu di Kadipaten, Majalengka, Jatiwangi, dan Leuwimunding.
Untuk tiap pengembangan komoditas Belanda mengangkat pejabat yang disebut Mantri sehingga ada
Mantri Kopi, Teh, dan Kina. Nama-nama mantri tersebut dicantumkan dalam
daftar nama pejabat yang diterbitkan secara resmi oleh Pemerintah Hindia
Belanda. Menurut Buku Albrecht’s Almanak
Prijai Dari Taon 1898 Kaloewaran Taon Jang Kadoewa Karangannja F.
Wiggers, untuk Kabupaten Majalengka, Belanda mengangkat Mantri Gudang Kopi sebagai berikut Mas Sastra
Atmadja (Madja), Raksasasmita (Radjagaloeh),
Singamenggala (Pasirlangoe), Wintalasastra (Ganeas), Raden Soemawidjaja
(Bantaroedjeg), Koesoemawidjaja (Tjidoelang), dan Mas Sastrawigoena (Lemah
Poetih).
Dari sisi kelembagaan pertanian,
Belanda melakukan reorganisasi. Pada bulan Januari 1905, Pemerintah Hindia
Belanda mendirikan satu instansi kedinasan untuk mengurus segala hal yang ada
hubungannya dengan bidang pertanian. Department Van Landbouw resmi berdiri
berdasarkan pada keputusan Raja Belanda Staatsblaad nomor
380 tertanggal 28
Juli 1904.
Pemerintah Hindia Belanda memandang
pertanian sebagai suatu yang sangat penting. Latar belakang pendidikan para
Bupati, selain pendidikan di bidang kepamongprajaan juga dilengkapi dengan
pendidikan di bidang pertanian. Raden Mas Adipati Aria Soeriatanoedibrata salah
satu Bupati Majalengka yang meletakkan dasar bagi kemajuan
Kabupaten Majalengka, selain lulusan Osvia (IPDN sekarang) Ia juga lulusan Landbouwschool
Buitenzorg. Berbagai infrastruktur dan regulasi di bidang pertanian dibuat. Di setiap Kabupaten ditempatkan
pengawas atau opzichter. Untuk Kabupaten Majalengka, ditunjuk W. Polman,
Pengawas Kelas III. Salah satu tugasnya adalah mengawasi Perkebunan Sirih di Kabupaten Majalengka. Sebagai tempat tinggal pengawas
pertanian, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan gedung yang terletak di jalan
yang menghubungkan Majalengka dengan Maja. Nama jalan ini berganti beberapa
kali, sempat bernama Jalan Raya Timur, Jalan Ibu Tien Soeharto, dan sekarang
bernama Jalan Kiai Haji Abdul Halim.
Seiring perjalanan waktu, terjadi
pula perubahan pada fungsi Gedung Landbouw yang ada di
kota
Majalengka.
Gedung yang berdiri di samping SPBU
yang berseberangan dengan rumah dinas
Wakil Bupati Majalengka,
bekas Kantor Kecamatan Majalengka.
Gedung ini pernah ditinggali oleh Patih Majalengka, Raden
Wira
Soemantri. Selain menjadi patih
beliau juga merangkap
menjadi Hoofddistrick Majalengka kemudia disebut Wadana. Itulah
sebabnya gedung Landbouw
itu juga pernah disebut gedong Patih
dan juga gedong camat baheula.
Gedung Landbouw kini usianya sudah
mencapai 113 tahun. Walau sudah berusia satu abad lebih, gedung landbouw masih
gagah berdiri. Pada bagian depan
terdapat tiang utama sebanyak 4 tiang,
masing-masing terdiri atas 2 buah tiang. Ornamen hias bergerigi terdapat di bawah
plafon. Satu pintu utama diapit oleh 2 pintu di kiri kanan sehingga seluruhnya
terdapat 5 pintu di bagian depan gedung. Gedung dikelilingi oleh pagar pembatas
setinggi 2 meter.
Rumah tersebut
berdiri di atas tanah 783 meter persegi. Luasa bangunan keseluruhan 260 meter
persegi. Terdapat 4 kamar tidur dan 2 kamar mandi.
Ada keterangan yang kami dapatkan dari percakapan antara ketua Grumala
Drg Andi
Iman Wandi dengan ketua RW setempat bahwa yang disebut Tuan
Landbouw adalah Raden Latief Wira Sumantri ( masih ada pertalian saudara dgn
Djaksa Endoen Wira Soegena ) . Untuk mencocokan ketrangan tersebut saya buka
kembali buku catatan daftar almanak priyai yang bertugas pada masa Afdeeling
Majalengka.Ada dsitu dituliskan bahwa pada tanggal 7 Oktober 1896 diangkat
seorang Patih Afdeeling Majalengka bernama Raden Wira Soemantri yang pada waktu
itu Patih Afdeeling Majalengka merangkap jabatannya sebagai Wedana Majalengka.
Pada saat itu Afdeeling Majalengka dibagi menjadi dua control Afdeeling
yaitu control Afdeeling Rajagaluh dan control Afdeeling Talaga.Control
Afdeeling Radjagaloeh beribukota di Leuwimunding yang membawahi distrik
Majalengka dan Jatiwangi sementara itu control Afseeling Talaga beribukota di
Madja dan membawahi Distrik Talaga dan Maja ( staatblaad van NI ,nomor
310,tahun 1900 ).
Kemungkinan setelah terbentuknya Departemen Van Landbouw di Majalengka
pada tahun 1905 zelfstanding Patih atau Patih Afdeeling Raden Wira Soemantri
diangkat menjadi Hoofd ( Kepala ) Departemen Van Landbouw di Afdeeling
Majalengka.Rumah Patih atau Gedong Landbouw ( Sebutan pemilik ) kemudian
menjadi milik keluarga Bapa Dali yang merupakan cucu dari Raden Latief Wira
Soemantri hingga saat ini.Namun sayang rumah ini tidak terawat dan terpampang
spanduk akan dijual.
Salah satu Gedung bersejarah Kota Toea
Madjalengka, berharap terus terjaga kelestariannya walau nanti berpindah
pemilik....Semoga..!!
Januari 1905....
Pemerintah kolonial Belanda mendirikan satu
dinas untuk mengurus bidang pertanian. Pertanian.Departement Van Landbouw resmi
berdiri berdasarkan surat keputusan raja Belanda staatblaad no 380 ping 28 juli
1904...( sumber sejarah dinas Pertanian ).




Tidak ada komentar:
Posting Komentar